• Health

    Informasi Seputar Kesehatan

  • Parenting

    Informasi Seputar Keluarga

  • Relationship

    Informasi Seputar Hubungan Pacaran

  • Wedding

    Informasi Seputar Pernikahan dan Rumah Tangga

  • Sex

    Informasi Seputar Seks

  • Life

    Informasi Seputar Kehidupan

  • General

    Informasi Hal-hal Umum

  • Entrepreneur

    Informasi Seputar Wirausaha

Monday, March 1, 2021

Perbedaan Jiwa dan Roh

Pandangan ini berdasarkan pada pengertian bahwa, Allah menciptakan manusia, dengan memberikan tiga unsur utama di dalam diri manusia yaitu tubuh, jiwa dan roh. Sebagaimana juga dalam pandangan para filsuf Yunani, memandang bahwa tubuh, jiwa dan roh adalah satu kesatuan, yang ada dalam manusia yang hidup.Roh kita adalah bagian dari diri kita yang paling dalam. Bagian inilah yang mempunyai potensi untuk memahami dan berhubungan dengan Allah. Iman kepada Allah selalu berasal dari roh kita. 3 unsur ini dikenal dengan istilah "TRIKHOTOMI". Trikhotomi adalah pandangan bahwa natur manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu:

2. Jiwa (Ibrani: נֶפֶשׁ - NEFESH), dan
3. Roh, (Ibrani: רוּחַ - RUAKH).

Jiwa terdiri dari emosi, kehendak, dan pikiran kita, dan tentu saja, semua orang mengetahui apa yang dimaksud dengan tubuh. Kita berbeda degan binatang, karena kita dalah makhluk yang memiliki roh. Binatang memiliki jiwa, walaupun tidak semaju sebagaimana jiwa manusia. Tentu saja binatang mempunyai emosi, kehendak, dan akal budi yang berbeda tingkatannya. Sebagai manusia kita ini unik. Anda dapat mengatakan bahwa kita adalah makhluk yang memiliki roh, yang mampu mengenal Allah. Kita mempunyai jiwa, dan kita hidup di dalam tubuh jasmani.Tubuh adalah unsur lahiriah manusia, unsur daging yang dapat dilihat, didengar, disentuh, dan sebagainya.

Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi (perasaaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir, Dengan perasaannya manusia dapat mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat memilih.

Roh adalah prinsip kehidupan manusia. Roh adalah nafas yang dihembuskan oleh Allah ke dalam manusia dan kembali kepada Allah, kesatuan spiritual dalam manusia. Roh adalah sifat alami manusia yang 'immaterial' yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan Allah, yang juga adalah Roh.

Ditinjau dari fisiopsikologi dan agama tentang masalah kehidupan, maka di dalam tubuh manusia terdapat dua unsur komponen yang dominan, yaitu roh (immateri) dan komponen materi. Komponen roh sukar dilacak tetapi tidak menghilangkan kemungkinan untuk dipelajarinya, sedangkan komponen materi dapat dipelajari karena mudah diamati. Komponen inilah yang melahirkan alam pikiran dan jiwa.

Diantaranya keduanya terdapat interaksi dimana komponen roh dapat mempengaruhi, mengendalikan dan mengarahkan komponen materi agar berfungsi dengan sebaik-baiknya. Komponen materi memberikan tempat kepada roh dan interaksinya melahirkan jiwa. Keadaan itulah yang dapat menciptakan kepribadian dan jiwa yang sehat dalam proses menjalani kehidupannya. Tetapi dalam kondisi tertentu, komponen roh dapat terpisah sama sekali dengan komponen materi dan orang yang bersangkutan hidup dengan hanya mengandalkan alam pikiran dan jiwanya saja. Hidupnya berorientasi materi dan tidak mengakui adanya roh?! Berbeda dengan orang yang beragama, mereka ini berfikiran tidak hanya berorientasi materi tetapi mengakui keberadaan roh.

Roh adalah inti suatu kehidupan, jika dikembangkan keberadaannya di dalam tubuh, maka zat Allah itu (roh) memancarkan daya kehidupan dalam bentuk sebaran elekstomagnetis yang selanjutnya mempengaruhi denyutan kehidupan biologisnya. Oleh karena itu, maka antara jiwa dan roh ada perbedaan. Dan jiwa adalah suatu refleksi alam pikiran manusia dalam bentuk pola berfikir, berperilaku, tingkahlaku, emosi dan efek serta bentuk kepribadian tertentu. Alangkah baik dan sempurnanya seseorang jika antara jiwa dan roh didalam tubuhnya membentuk satu kesatuan yang utuh!

Roh selalu terlindungi dengan baik di dalam tubuh seseorang oleh suatu dinding yang dibangun oleh Allah. Roh tidak terpengaruh oleh kemauan jiwa tetapi sebaiknya jiwa dapat difungsikan dan dikendalikan oleh kebedaraan roh. Jiwa dapat berfungsi karena ada aktivitas materi otak dan alat-alat yang dilayaninya dan tidak berhubungan dengan roh dan tergantung pada materi saja. Oleh karena itu jika materi rusak maka jiwa tersebut mengikutinya.

Dimanakah letak roh di dalam tubuh manusia, maka jawabnya tidak ada satupun orang yang mengetahuinya kecuali Allah. Firman Allah dalam surat al-Israa’ ayat 85 : “Bahwa roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Mengingat pengaruh roh terhadap jiwa manusia, maka kedudukan roh di dalam tubuh manusia adalah sangat penting, karena roh itulah yang membangun kehidupannya walaupun keberadaanya tetap menjadi sebuah misteri di dalam tubuh manusia. Menurut keyakinan saya, maka roh itulah yang mempengaruhi fungsi jiwa dan alam pikiran seseorang yaitu melalui qolbu dan hatinya. Sebaliknya jiwa tidak mampu mempengaruhi keberadaan roh.

Dalam ilmu-ilmu sufi ada yang menghubung-hubungkan roh dengan keberadaannya Allah di dalam tubuh manusia mengingat bahwa roh adalah suatu zat ghaib Allah yang dipinjamkan kepada manusia untuk sementara hidupnya di dunia. Allah sendiri mengisaratkan bahwa keberadaanNya di dalam diri manusia sangat dekat dan lebih dekat daru urat nadi leher, dan bahkan dalam bagian akhir dari surat al-Anfaal, ayat 24 Allah berfirman : “Bahwa sesungguhnya (keberadaan) Allah (di dalam diri manusia) membatasi (menjadi bebas) antara manusia dengan hatinya (qolbu) dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan”.

Melalui qolbu itulah Nur Illahi masuk ke dalam tubuh dan selanjutnya akan mempengaruhi kerja dan proses faal otak dalam memproduksi suatu bentuk mental atau jiwa manusia. Apakah otak manusia dapat bekerja memproduksi jiwa atau mental dengan segala manifestasinya jika qolbunya tertutup untuk jalur Nur Illahi?. Jawabnya adalah ya! Dan tetap bisa bekerja memproduksi mental dan jiwa karena fenomena mental atau jiwa yang terbentuk adalah hasil suatu rekayasa yang berbasis pada fungsi genes (DNA) dan RNA) di dalam neuron otak dan pengalamannya. Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada proses produksi fenomena mental atau jiwa manusia karena lingkungan dapat menjadi faktor stimulan terhadap faal neuron otak yang berjumlah 100 milyar dengan berbagai macam fungsinya masing-masing. Diduga proses produksi fenomena mental ini terjadi di antara masuknya informasi ke otak dan keluarnya hasil produksi.

Dalam proses produksi mental ini tidak ada seorangpun yang secara pasti mengetahuinya tetapi proses aktivitas listrik potensialnya dapat direkam sedemikian rupa dengan alat yang super cangggih. Hasil produksi mental atau jiwa demikian ini adalah terbatas pada batas-batas kewenangan hidup secara materi dan tergantung kepada aktivitas biologis samata. Karena itu jika terdapat kerusakan bagian-bagian tertentu otak, maka terjadilah bias dalam memproduksi mental dan jiwanya dan bahkan alam pikirannya.

Para ahli sufi dalam menanggulangi keadaan mental atau jiwa yang terbentuk kerena fenomena biologis otak maka meraka menganjurkan mengaktifkan keberadaan roh di dalam tubuhnya dengan harapan dapat membuka jalur hubungan di antara qolbunya dengan Nur Illahi. Dengan demikian maka jiwa yang terbentuk akan memberikan nilai yang lebih tinggi dalam hidupnya sebagai manusia dibandingkan dengan mental jiwa yang terbentuk hanya mengandalkan kemampuan biologis otak semata.

Dalam perkembangannya maka semua orang tahu bahwa otak adalah tempat memproses suatu bentuk kejiwaan dan kepribadian seseorang. Dengan otaknya maka seseorang dapat memunculkan suatu ide atau gagasan untuk mengembangkan area kongnitif, afektif, psikomotor sehingga kelak dapat membuahkan suatu karya, seni budaya dan teknologi tertentu yang dapat mengekspresikan jiwa yang bersangkutan. Faal orang berfungsi jika ada energi yang diproduksi olehnya yang berasal dari makanan. Oleh karena itu, fungsi kerjanya tergantung pada faktor protein, lemak, karbohidrat serta vitamin dan mineral tertentu. Semakin baik dan memadainya konsumsi makanan yang dimakan maka akan memberikan dampak perkembangan fungsi otak yang lebih baik. Produksi neurotransmitter dan sistem komunikasi saraf di otak menjadi lebih berkualitas. Selanjutnya agar otak dapat berfungsi dengan baik dan optimal maka permasalahannya adalah tergantung kapada program pengembangan fungsi otak itu sendiri. Semakin baik program yang dialaminya maka semakin baik pula produk yang dihasilkannya. Program seharusnya meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi serta iman, taqwa dan jalur komunikasi dengan Nur Illahi. Agak kelak akan membuahkan suatu karya, seni dan budaya, serta mansyarakat berilmu pengetahuan yang agamis, dan memiliki nilai etika moral dan akhlak yang tinggi. Keadaan inilah yang dapat mewarnai jiwa suatu masyarakat pada suatu populasinya.

Pada waktu Anda mendengar kata ”jiwa” dan ”roh”, apa yang tebersit dalam pikiran? Banyak orang percaya bahwa kata-kata itu mengartikan sesuatu yang tidak kelihatan dan abadi yang ada dalam diri kita. Menurut mereka, pada waktu seseorang mati, bagian yang tidak kelihatan dari manusia ini meninggalkan tubuh dan terus hidup. Karena kepercayaan ini begitu umum, banyak orang heran ketika tahu bahwa Alkitab sama sekali tidak mengajarkan hal itu. Maka, apakah jiwa, dan apakah roh, menurut Firman Allah?

”JIWA” SEBAGAIMANA DIGUNAKAN DALAM ALKITAB


Pertama-tama, mari kita bahas kata jiwa. Anda mungkin ingat bahwa pada mulanya sebagian besar Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Ketika menulis tentang jiwa, para penulis Alkitab menggunakan kata Ibrani neʹfes atau kata Yunani psy·kheʹ. Kedua kata itu muncul lebih dari 800 kali dalam Alkitab, dan Terjemahan Dunia Baru secara konsisten menerjemahkannya sebagai ”jiwa”. Sewaktu Anda memeriksa penggunaan kata ”jiwa” dalam Alkitab, jelas bahwa kata itu pada dasarnya memaksudkan (1) orang, (2) binatang, atau (3) kehidupan seseorang atau seekor binatang. Mari kita perhatikan beberapa ayat yang mengandung ketiga arti itu.

Orang. ”Pada zaman Nuh . . . beberapa orang, yaitu delapan jiwa, dibawa dengan selamat melalui air.” (1 Petrus 3:20) Di ayat itu, kata ”jiwa” jelas memaksudkan orang​—Nuh, istrinya, ketiga putranya, dan istri mereka. Keluaran 16:16 berisi instruksi kepada orang Israel tentang pengumpulan manna. Mereka diperintahkan, ”Pungutlah itu . . . sesuai dengan jumlah jiwa yang ada bersama kamu masing-masing dalam kemahnya.” Jadi, jumlah manna yang dikumpulkan didasarkan atas jumlah orang dalam setiap keluarga. Contoh lain dalam Alkitab tentang penggunaan ”jiwa” untuk orang terdapat di Kejadian 46:18; Yosua 11:11; Kisah 27:37; dan Roma 13:1.

Binatang. Dalam catatan Alkitab tentang penciptaan disebutkan, ”Selanjutnya Allah berfirman, ’Biarlah dalam air berkeriapan sekelompok jiwa yang hidup dan biarlah makhluk-makhluk terbang beterbangan di atas bumi pada permukaan angkasa.’ Selanjutnya Allah berfirman, ’Biarlah bumi mengeluarkan jiwa-jiwa yang hidup menurut jenisnya, binatang peliharaan dan binatang merayap dan binatang liar di bumi menurut jenisnya.’ Dan jadilah demikian.” (Kejadian 1:20, 24) Dalam ayat itu, ikan, binatang peliharaan, dan binatang buas, semua disebut dengan kata yang sama, yaitu ”jiwa”. Burung dan binatang lain juga disebut jiwa di Kejadian 9:​10; Imamat 11:46; dan Bilangan 31:28.

Kehidupan seseorang. Kadang-kadang kata ”jiwa” berarti kehidupan seseorang. Yehuwa memberi tahu Musa, ”Semua orang yang memburu jiwamu sudah mati.” (Keluaran 4:19) Apa yang diburu musuh-musuh Musa? Mereka berupaya mengambil kehidupan Musa. Sebelumnya, ketika Rakhel melahirkan putranya, Benyamin, ”jiwanya pergi (karena dia mati)”. (Kejadian 35:16-19) Saat itu, Rakhel kehilangan kehidupannya. Perhatikan juga perkataan Yesus, ”Akulah gembala yang baik; gembala yang baik menyerahkan jiwanya demi kepentingan domba-dombanya.” (Yohanes 10:11) Yesus memberikan jiwa, atau kehidupannya, demi umat manusia. Dalam ayat-ayat itu, kata ”jiwa” jelas memaksudkan kehidupan seseorang. Contoh-contoh lain tentang makna ini terdapat di 1 Raja 17:17-23; Matius 10:39; Yohanes 15:13; dan Kisah 20:10.

Dengan mempelajari Firman Allah lebih lanjut, Anda akan melihat bahwa di seluruh Alkitab kata ”jiwa” tidak pernah dikaitkan dengan kata ”tidak berkematian” atau ”abadi”. Sebaliknya, Alkitab menyatakan bahwa jiwa itu berkematian, atau bisa mati. (Yehezkiel 18:4, 20) Karena itu, Alkitab menyebut orang yang telah meninggal sebagai ”jiwa yang mati”.​—Imamat 21:11.

Arti ”Roh”
Sekarang mari kita bahas penggunaan kata ”roh” dalam Alkitab. Ada yang berpikir bahwa ”roh” hanya kata lain untuk ”jiwa”. Tetapi, tidak demikian. Alkitab menunjukkan dengan jelas bahwa ”roh” dan ”jiwa” memaksudkan dua hal yang berbeda. Apa bedanya?

Para penulis Alkitab menggunakan kata Ibrani ruʹakh atau kata Yunani pneuʹma sewaktu menulis tentang ”roh”. Alkitab sendiri menunjukkan arti kata-kata itu. Misalnya, Mazmur 104:29 mengatakan, ”Apabila engkau [Yehuwa] mengambil roh [ruʹakh] mereka, mereka mati, dan mereka kembali kepada debu.” Dan, dalam Yakobus 2:26 dikatakan bahwa ”tubuh tanpa roh [pneuʹma] adalah mati”. Maka, dalam ayat-ayat itu, ”roh” memaksudkan sesuatu yang memberikan kehidupan kepada tubuh. Tanpa roh, tubuh mati. Karena itu, dalam Alkitab kata ruʹakh tidak hanya diterjemahkan sebagai ”roh” tetapi juga sebagai ”tenaga”, atau ”daya kehidupan”. Misalnya, mengenai Air Bah pada zaman Nuh, Allah menyatakan, ”Aku akan mendatangkan air bah ke atas bumi untuk membinasakan dari bawah langit semua makhluk yang memiliki daya [ruʹakh] kehidupan yang aktif.” (Kejadian 6:17; 7:15, 22) Jadi, ”roh” memaksudkan daya yang tidak kelihatan (pancaran kehidupan) yang memberikan kehidupan kepada semua makhluk hidup.

Jiwa dan roh tidak sama. Tubuh membutuhkan roh, sama seperti radio membutuhkan listrik. Sebagai gambaran lebih jauh, coba bayangkan sebuah radio. Apabila Anda memasukkan baterai ke dalam radio portabel lalu menyalakannya, listrik yang tersimpan dalam baterai akan menghidupkan radio itu. Tetapi, tanpa baterai, radio itu mati. Radio listrik juga akan mati jika kabelnya dicabut dari stop kontak. Demikian pula, roh adalah daya yang menghidupkan tubuh kita. Dan, sama seperti listrik, roh tidak mempunyai perasaan dan tidak dapat berpikir. Roh adalah daya yang tidak berkepribadian. Tetapi, tanpa roh, atau daya kehidupan, tubuh kita ’mati dan kembali kepada debu’, sebagaimana dikatakan pemazmur.

Ketika berbicara tentang kematian manusia, Pengkhotbah 12:7 mengatakan, ”Debu [tubuhnya] kembali ke tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang benar yang telah memberikannya.” Sewaktu roh, atau daya kehidupan, meninggalkan tubuh, tubuh mati dan kembali ke asalnya, yaitu tanah. Demikian pula, daya kehidupan kembali ke asalnya, yaitu Allah. (Ayub 34:14, 15; Mazmur 36:9) Ini tidak berarti bahwa daya kehidupan benar-benar pergi ke surga. Tetapi, ini berarti bahwa bagi seseorang yang mati, harapan apa pun untuk hidup di masa depan bergantung pada Allah Yehuwa. Dengan kata lain, kehidupannya ada di tangan Allah. Hanya dengan kuasa Allah, orang itu dapat memperoleh kembali roh, atau daya kehidupan, sehingga ia dapat hidup lagi.

Alangkah terhiburnya kita karena tahu bahwa itulah tepatnya yang akan Allah lakukan untuk semua orang yang beristirahat dalam ”makam peringatan”! (Yohanes 5:28, 29) Pada waktu kebangkitan, Yehuwa akan menciptakan tubuh baru untuk orang yang tidur dalam kematian dan menghidupkannya dengan memberikan roh, atau daya kehidupan, kepada tubuh itu. Alangkah menggembirakannya saat itu!

Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang penggunaan kata ”jiwa” dan ”roh” dalam Alkitab, Anda akan menemukan keterangan yang berharga dalam brosur Apa yang Terjadi Dengan Kita Bila Kita Meninggal? dan buku Bertukar Pikiran mengenai Ayat-ayat Alkitab, halaman 151-5 dan 308-12, kedua-duanya diterbitkan oleh Saksi-saksi Yehuwa.

Source:
Romo Muhib
www.hypnoticme.com
https://www.jw.org